Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun ciri-cirinya. Misalnya National Education Association (NEA) (1948) menyarankan ciri-ciri sebagai berik-ut.
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Malahan lebih lanjut dapat diamati bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar Sering kali disebut sebagai ibu dari segala profesi.
2. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan peagawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang, Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational Research, misalnya terdapat buktibukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. Yang membedakan jabatan profesional dengan nonprofesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi, disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang nonprofesional tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di Departemen Pendidikan Nasional berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama, amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan khusus sekurangkurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK) atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Bahkan pada saat sekarang ini bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan (penyetaraan D2 untuk guru SD, dan penyetaraan D3 untuk guru SLIP). Dilihat dari sudut pandang inilah jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi jabatan guru di negara kita.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen di mancanegara barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam mewujudkan mengajar sebagai jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Ada pula guru karena penghasilannya tidak memadai, kemudian mencari tambahan lain pada pekerjaan yang justru jauh dengan pekerjaan mengajar (menjadi sopir, pedagang, penjahit dan lain-lain). Bisa pula terjadi pekerjaan guru adalah pekerjaan alternatif terakhir karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Dengan demikian kriteria ini belum dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
6. Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Dikarenakan jabatan guru menyangkut hajat hidup orang banyak, maka pembakuan jabatan guru ini Sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri terutama di negara kita. Pembakuan jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir dalam penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke bidang non-pendidikan guru. Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam memperoleh basil pendidikan guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa LPTK. Dengan demikian maka persyaratan keenam ini belum dapat terpenuhi dengan baik.
7. Jabatan yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain dan bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan semata. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapat keuntungan rohaniah daripada kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun alasan ini bukan berarti guru harus dibayar lebih rendah. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
Dalam beberapa hal jabatan guru telah memenuhi kriteria ini, dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru TK sampai dengan guru SLTA, ada pula ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi para sarjana pendidikan, ada juga kelompok-kelompok guru bidang studi. Dilihat dari kinerja organisasi profesi guru ini, temyata belum dapat memberikan layanan yang baik kepada para anggotanya. Misalnya PGRI belum dapat memberikan sanksi yang tegas kepada guru yang melakukan malapraktek, atau belum bisa memberikan bantuan kepada guru yang tertimpa tuduhan/fitnah, dan sebagainya. Dengan demikian persyaratan ini belum sepenuhnya terpenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
Mengapa Pekerjaan Harus Profesional Dan Bagaimana Caranya
Sekarang ini, masyarakat menginginkan semua pelayanan yang diberikannya adalah yang terbaik. Misalnya, setiap orang tua menginginkan anaknya bersekolah di sekolah yang gurunya profesional, setiap orang menginginkan menyimpan uang di bank yang pelayanannya profesional, dan sebagainya. Tuntutan-tuntutan masyarakat inilah yang membuat setiap profesi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Jika setiap anggota profesi dapat melakukan pekerjaannya dengan profesional, maka dengan sendirinya dia akan membangun profesinya sehingga semua ciri-ciri profesi yang diuraikan sebelumnya dapat tercapai.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana seorang anggota profesi melakukan pekerjaannya degan profesional? Setiap anggota profesi baik secara sendiri-sendiri atau dengan cara bersama melalui wadah organisasi profesi dapat belajar. Belajar yang dimaksud, yaitu belajar untak mendalami pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar dari masyarakat apa yang menjadi kebutuhan mereka saat ini, dan saat yang akan datang. Telah dikemukakan pada bagian muka kegiatan belajar ini tentang profesionalisasi, yaitu usaha untuk mengembangkan profesi melalui pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan, sehingga pelayanan kepada pemakai (klien) akan semakin meningkat.
Dalam bagian ini, akan diulas secara garis besar isi serta arahan preskriptif (wajib diikuti) setiap butir kemampuan dasar keguruan tersebut, agar menjadi lebih jelas apa yang mesti diusahakan atau dikerjakan oleh guru dalam meniti serta mengembangkan karirnya.
a. Guru dituntut menguasai bahan ajar.
Ciri khas jasa sekolah (guru) dalam mendidik siswanya adalah membantu siswa dalam memperkembangakan akalnya (bidang ilmu pengetahuan) dan membantu agar siswa menguasai kecakapan kerja tertentu (selaras dengan tuntutan masyarakatnya serta selaras dengan tuntutan teknologi). Untuk kepentingan ini, mutu penguasaan bahan ajar dari para guru sangat menentukan keberhasilan pengajarannya. Guru hendaknya menguasai bahan ajar wajib (pokok), bahan ajar pengayaan, dan bahan ajar penunjang dengan baik untuk keperluan pengajarannya. Guru hendaknya mampu menjabarkan serta mengorganisasi bahan ajar secara sistematis (berpola), relevan dengan tujuan (TIK), selaras dengan perkembangan mental siswa, selaras dengan tuntutan perkembangan ilmu serta teknologi (mutakhir), dan dengan memperhatikan kondisi serta fasilitas yang ada di sekolah dan atau yang ada di lingkungan sekitar sekolah.
Ideal jika setiap guru memiliki perpustakaan pribadi yang memadai untuk menunjang karirnya, tekun serta cakap dalam belajar keilmuan untuk mengembangkan karirnya, dan mampu bekerja sama dengan sejawat dan atau nara sumber untuk kepentingan pengayaan keilmuannya.
b. Guru mampu mengelola program belajar-mengajar.
Guru diharap menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem pengajaran, asas-asas pengajaran, prosedur-metode-strategi-teknik pengajaran, menguasai secara mendalam serta berstruktur bahan ajar, dan mampu merancang penggunaan fasilitas pengajaran (dalam banyak hal, guru diharap mampu membuat alat bantu atau media pengajaran).
Secara garis besar tuntutan dari butir kedua kompetensi profesional ini adalah guru diharap mampu menyusun satuan pelajaran (SP) yang berbobot. Dalam hal ini komentar tiap unsur satuan pelajaran tetap dipandang perlu, yaitu:
1) Bobot penyusunan tujuan instruksional khusus (TIK) tampak dalam kelengkapan serta taraf isi TIK, pembahasaan yang operasional, dan mengundang motivasi siswa untuk belajar. Kesatuan butir-butir TIK hendaknya mencakup ketiga ranah pembentukan (kognisi, afeksi, dan psikomotorik) dan ranah pembentukan yang dituntutnya cukup tinggi (misal: ranah kognitif hendaknya mencapai taraf aplikatif, analisis-sintesis dan evaluasi keilmuan).
2) Penjabaran bahan ajar mesti mengingat taraf perkembangan mental siswa, relevansinya dengan TIK, dan selaras dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jabaran bahan ajar hendaknya menunjuk konsep-konsep dasar, memiliki struktur yang jelas, dan memiliki nilai kegunaan (termasuk nilai transfer of learning).
Dalam penjabaran bahan ajar ini, umumnya guru tidak cukup hanya mengikuti halaman demi halaman dari buku tertentu (termasuk buku paket), jadi guru perlu mengolahnya dan atau membandingkannya dengan banyak sumber.
Akhir-akhir ini SP yang dianjurkan oleh administrator pendidikan sekolah di beberapa daerah (Kanwil Depdikbud) tidak memasukkan jabaran bahan ajar, dalam hal ini tidak berarti guru bebas dari pengkajian, penjabaran, dan penataan bahan ajar (dimuat dalam lembar kerja guru di luar SP dengan tiga komponen).
3) Dasar pertimbangan penyusunan rencana kegiatan belajar mengajar adalah wawasan psikologis (seberapa jauh siswa dapat dilibatkan dalam pengajaran), wawasan situasional (kondisi sekolah dan lingkungannya), dan kecakapan guru dalam rekayasa didaktis-metodis (prosedur, metode, strategi, teknik, dan pendayagunaan alat bantu pengajaran). Pertanyaan utama yang harus dijawab dalam perancangan kegiatan belajar-mengajar ini, adalah:
- Seberapa jauh siswa diberi kemungkinan berpartisipasi aktif dengan penuh motivasi dalam proses pembelajaran.
- seberapa jauh pertimbangan efektivitas-efisiensi kerja dioperasionalkan dan
- seberapa jauh situasi pembelajaran yang dirancang itu dapat menyenangkan siswa untuk belajar intensional (bertujuan dan bersungguh-sungguh).
4) Penyusunan alat evaluasi formatif (dalam SP) hendaknya berorientasi pada TIK, sesuai dengan jabaran bahan ajar, dan pengalaman siswa dalam belajar.
Tes formatif dalam acuan PPSI meliputi pretest dan posttest, hal ini ideal, wawasan realistis berpendapat bahwa jika guru mampu mengelola tes formatif di akhir SP kiranya telah cukup memadai.
Dari pengamatan sehari-hari tampak bahwa taraf kecakapan guru dalam pengelolaan tes hasil belajar umumnya cukup memprihatinkan. Hal ini perlu segera dibenahi.
c. Guru mampu mengelola kelas.
Kelas sebagai kesatuan kelompok belajar hendaknya berkembang menjadi kelompok belajar yang penuh persahabatan serta kerjasama yang bersemangat untuk belajar (bermotivasi, yang berkeinginan untuk mencapai prestasi, yang memiliki cita-cita, dan yang menangkap makna belajar), yang berdisiplin dalam menyelesan tugas-tugas yang efektif-efisien dalam penggunaan waktu belajar, dan secara keseluruhan situasi kelas tersebut menyenangkan anggotanya (siswa dan guru).
Jadi inti dari pengelolaan kelas adalah usaha menciptakan situasi sosial kelas yang kondusif untuk belajar sebaik mungkin; tentu saja kondisi serta fasilitas kelas (prasarana dan sarana pengajaran, khususnya media dan sumber belajar) adalah hal penting yang perlu didayagunakan sebaik mungkin oleh guru bersama siswa demi suksesnya pembelajaran siswa.
Kerawanan dalam pengelolaan kelas, kerawanan ketertiban kelas, dan kerawanan semangat belajar kelas disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor penting adalah mutu pengajaran guru yang rendah.
d. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran. Media pengajaran adalah alat penyalur pesan pengajaran, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung (misal: media rekaman). Pendayagunaan media dan sumber pengajaran dapat berupa penggunaan alat (media) buatan guru, pemanfaatan kekayaan alam sekitar untuk belajar, pemanfaatan perpustakaan, pemanfaatan laboratorium, pemanfaatan narasumber serta pengembang pengajaran di sekolah, dan pemanfaatan fasilitas teknologis pengajaran yang lain.
Kemampuan guru dalam membuat alat pelajaran dan atau media pengajaran, memilih alat dan atau media pengajaran, mengorganisasi alat dan atau media pengajaran (baik dalam tahap perencanaan maupun pelaksanaannya), dan merawat serta menyimpan alat dan atau media pengajaran adalah penting dalam upaya meningkatkan mutu pengajarannya. Secara analogis kemampuan guru dalam pengelolaan media pengajaran tersebut di atas juga dituntut dalam pengelolaan sumber pengajaran.
Pertanyaan yang mendasar sehubungan pengelolaan media dan sumber pengajaran tersebut adalah seberapa jauh para guru dapat melibatkan para siswa dalam pengadaan serta pemanfaatan media dan sumber pengajaran tersebut secara aktif, terarah, dan efisien untuk kepentingan belajarnya.
e. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan. Landasan-landasan kependidikan adalah sejumlah disiplin ilmu yang wajib didalami calon guru, yang mendasari asas-asas dan kebijakan pendidikan (baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah).
Yang tergolong dalam kajian landasan-landasan kependidikan adalah rumpun Mata Kuliah Dasar Kependidikan (kelompok PEN dalam kurikulum LPTK), yaitu: Ilmu Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Administrasi Pendidikan, Bimbingan dan Konseling, dan Filsafat Pendidikan. Agar sekolah mampu berperan sebagai perintis, penggerak, dan pengarah pembangunan masyarakatnya; agar siswa mampu menginvestasikan seluruh perolehan belajarnya untuk perkembangan lebih lanjut, maka isi pendidikan sekolah hendaknya sampai pada kualifikasi yang ditandai seluruh pesan serta kegiatan kependidikannya berdasar pada pertimbangan keilmuan yang mantap, relevan dengan kebutuhan siswa, relevan dengan kebutuhan masyarakatnya, relevan dengan tuntutan perkembangan ilmu serta teknologi, dan siswa yang terpelajar tersebut siap menghadapi tantangan atau masalah hidupnya lebih lanjut. Visi keilmuan dan aplikasinya memberi jaminan mutu kerja guru yang efektif-efisien, penguasaan guru di rumpun ilmu kependidikan di atas menjadi perangkat analisis-sintesis dalam pengorganisasian pengajaran (baik dalam tahap perancangan maupun pelaksanaannya). Guru yang menguasai dasar keilmuan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa siswanya belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.
f. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
Interaksi belajar-mengajar menunjuk adanya kegiatan kerja sama antar subjek yang bermartabat, yang sumbangannya berbobot, dan proporsional dalam upaya mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran dapat disebut usaha pembelajaran secara sistematis. Di antara siswanya, guru hendaknya mampu berperan sebagai motivator belajar, inspirator, organisator, fasilitator, evaluator (untuk meningkatkan mutu pembelajaran), dapat membantu penyelenggaraan administrasi kelas serta sekolah, dan ikut serta berpartisipasi dalam pelayanan bimbingan-konseling di sekolah (pendekatan generalis cenderung banyak digunakan dalam pelayanan bimbingan-konseling di sekolah).
Dalam pengajaran (pembelajaran), guru dituntut cakap dalam aspek didaktis-metodis (termasuk penggunaan alat pelajaran, media pengajaran, dan sumber pengajaran) agar siswa dapat belajar serta giat belajar bagi dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar