KALAU boleh berandai-andai, pemerintah akan dianggap rendah hati (tawadldlu) jika merevisi kebijakannya tentang ujian nasional (UN) dengan mengembalikan kewenangan dan tanggung jawab penentuan kelulusan siswa sepenuhnya kepada guru/sekolah. Pemerintah sebaiknya hanya menetapkan kebijakan tentang standar mutu pendidikan dan memberikan dukungan sumber bagi peningkatan mutu pendidikan. Amat mungkin tingkat ketegangan secara psikologi di kalangan orang tua siswa dan para praktisi pendidikan tidak seperti kini. Guru tidak cepat tergoda untuk melakukan jalan pintas (kasus kecurangan) dan akan berpegang pada prinsip bahwa hasil pendidikan merupakan implikasi dari proses pembelajaran yang baik. Juga kesatuan kepolisian antiteror tidak perlu dilibatkan karena sekolah merupakan pusat penyemaian. Gambaran tersebut mengisyaratkan peningkatan kemampuan profesional guru menjadi sangat urgen. Creemer (1996) & Cadwell (1991) menegaskan, peningkatan kemampuan profesional guru merupakan kondisi atau syarat untuk mewujudkan pendidikan bermutu. Terdapat hubungan yang kuat antara program pengembangan kemampuan profesional guru dan mutu pendidikan serta berkontribusi positif terhadap pembelajaran dan pencapaian belajar siswa. Program peningkatan kemampuan profesional guru membantu dalam mempraktikkan inquiry-based teaching dan memahami budaya kelas; memotivasi guru untuk meningkatkan pembelajaran (Villegas-Reimers, 2003). Dengan program peningkatan profesional, para guru dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, penetapan keputusan tentang model pengelolaan pembelajaran, juga mendukung tumbuhnya masyarakat guru yang profesional (a professional teacher community). Selain itu, program pengembangan profesional dapat mengembangkan kepemimpinan (instructional leadership) dan partisipasi guru dalam pengambilan keputusan di tingkat sekolah. Oleh sebab itu, dukungan finansial untuk UN jauh akan lebih berarti untuk mendukung model atau program pengembangan kemampuan profesional guru, seperti menumbuhkan iklim belajar di kalangan masyarakat sekolah, misalnya menumbuhkan minat baca dan menulis sehingga menjadi tradisi di lingkungan sekolah (indirect model of professional devlopment). Bentuk lainnya adalah menjadikan sekolah sebagai pusat pengembangan kemampuan profesional guru. Melalui model ini, kerja sama antara para guru, administrator, dan dosen dibangun dalam bingkai program peningkatan mutu pembelajaran yang menyinerjikan teori dan praktik, merestrukturisasi program penyiapan guru serta memperbaiki kondisi kerja guru. Perguruan tinggi dapat membuat program kerja sama dengan praktisi pendidikan agar para dosen mendapatkan informasi atas persoalan riil yang dihadapi guru di kelas sehingga muncul rasa saling mendukung dan ketersambungan antara program di perguruan tinggi dan persoalan pendidikan dan pembelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan program ini, dua budaya yang berbeda dalam lembaga pendidikan terbangun, lintas batas akan mengurangi kepongahan otoritas akademik, sikap inklusif akan terbangun dan menciptakan jalan baru terhadap pengembangan profesionalitas para pendidik. Kolaborasi antara sekolah dan perguruan tinggi hingga terbentuknya jaringan dapat mendukung pengembangan kemampuan profesional guru dalam rangka mengkaji masalah yang dicapai dalam proses pembelajaran. Para guru dapat membuat berbagai macam kelompok kerja guru semisal supervisi kelas, workshop, seminar, case-based professional development, self-directed development, cooperative or collegial development, saat guru dapat mengembangkan rencana profesi mereka secara berkelompok. Model-model pengembangan keterampilan guru semacam reflektif, riset aksi, portofolio, TOT, dan mentoring merupakan pilihan yang dapat diterapkan pada pengembangan profesionalitas guru. Akhirnya, pemberian kewenangan dan tanggung jawab kepada guru untuk menentukan prestasi siswa merupakan keniscayaan karena guru merupakan pihak yang terlibat paling intens dengan murid di sekolah. Sangat disadari bahwa para guru memerlukan pasokan 'gizi baru atau tambahan' untuk mengasah kemampuan profesional sehingga ia dapat menjalankan kewenangan dalam mengelola pembelajaran yang bermutu. Penciptaan iklim seperti ini pada akhirnya diharapkan akan membentuk komunitas belajar (the community of leaners) (Preskill; Torres, 1999). Dukungan sumber dana dan tenaga profesional di bidang pengembangan kualitas guru dari otoritas pendidikan untuk melaksanakan program atau model pengembangan kemampuan profesional guru jauh lebih efektif daripada tetap memaksakan UN dalam kondisi kapasitas guru yang masih kurang profesional dalam mewujudkan mutu pendidikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar