A. DEFINISI PROFESIONALISME
Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau profesional. Namun perlu dibatasi lebih dahulu pengertian dan konsep profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi secara umum agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam mengupas profesi kependidikan.
1) Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Misalnya untuk mengoperasi seseorang yang mempunyai penyakit kanker, dibutuhkan seorang dokter spesialis bedah yang memiliki kemampuan yang diperoleh dari pendidikan khusus untuk itu.
Profesi juga bisa diartikan sebagai wewenang praktek suatu kejuruan yang bersifat pelayanan pada kemanusiaan secara intelektual spesifik yang sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus, yang penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendidikan tinggi yang bersama memberikan izin praktek atau penolakan praktek dan kelayakan praktek dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh pemerintah maupun asosiasi profesi yang bersangkutan.
2) Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Dalam kegiatan sehari-hari seorang profesional melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu yang telah dimilikinya.
Petugas profesional sebagai seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat kesulitan lebih dari biasa dan mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan yang berkadar tinggi.
3) Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
4) Profesionalitas dipihak lain, mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Jadi seorang profesional tidak akan mau mengerjakan sesuatu yang memang bukan bidangnya. Misalnya seorang guru akan selalu memberikan pelayanan yang baik kepada murid-muridnya.
5) Profesionalisasi , menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan profesional (profesional development), baik dilakukan melalui pendidikan/latihan “prajabatan” maupun latihan dalam jabatan (inservice training). Oleh karena itu, profesionalisasi merupakan proses yang sepanjang hayat (life long) dan tidak pernah berakhir (never ending), selam seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga suatu profesi.
B. CIRI-CIRI PROFESIONAL KEGURUAN
Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun ciri-cirinya[3] sebagai berikut:
1) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar Sering kali disebut sebagai ibu dari segala profesi.
2) Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus
Yang membedakan jabatan profesional dengan non profesional antara lain pendidikan melalui perguruan tinggi yaitu disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non profesional tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
3) Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Bahkan pada saat sekarang ini bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan (penyetaraan D2 untuk guru SD, dan penyetaraan D3 untuk guru SLTP). Dilihat dari sudut pandang inilah jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi jabatan guru di negara kita.
4) Jabatan yang menjanjikan karier hidup.
Di mancanegara guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam mewujudkan mengajar sebagai jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Ada pula guru karena penghasilannya tidak memadai, kemudian mencari tambahan lain pada pekerjaan yang justru jauh dengan pekerjaan mengajar (menjadi sopir, pedagang, penjahit dan lain-lain). Bisa pula terjadi pekerjaan guru adalah pekerjaan alternatif terakhir karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Dengan demikian kriteria ini belum dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
5) Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Dikarenakan jabatan guru menyangkut hajat hidup orang banyak, maka pembakuan jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri terutama di negara kita. Pembakuan jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
6) Jabatan yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain dan bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan semata. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapat keuntungan rohaniah daripada kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun alasan ini bukan berarti guru harus dibayar lebih rendah. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
7) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru TK sampai dengan guru SLTA, ada pula ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi para sarjana pendidikan, ada juga kelompok-kelompok guru bidang studi. Dilihat dari kinerja organisasi profesi guru ini, ternyata belum dapat memberikan layanan yang baik kepada para anggotanya. Misalnya PGRI belum dapat memberikan sanksi yang tegas kepada guru yang melakukan malapraktek, atau belum bisa memberikan bantuan kepada guru yang tertimpa tuduhan/fitnah, dan sebagainya. Dengan demikian persyaratan ini belum sepenuhnya terpenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
C. KOMPETENSI PROFESIONALITAS GURU
Dalam bagian ini, akan diulas secara garis besar isi serta arahan preskriptif (wajib diikuti) setiap butir kemampuan dasar keguruan tersebut, agar menjadi lebih jelas apa yang mesti diusahakan atau dikerjakan oleh guru dalam meniti serta mengembangkan karirnya.
a) Guru dituntut menguasai bahan ajar.
Ciri khas guru dalam mendidik siswanya adalah membantu siswa dalam memperkembangkan akalnya (bidang ilmu pengetahuan) dan membantu agar siswa menguasai kecakapan kerja tertentu (selaras dengan tuntutan masyarakatnya serta selaras dengan tuntutan teknologi). Guru hendaknya mampu menjabarkan serta mengorganisasi bahan ajar secara sistematis (berpola), relevan dengan tujuan (TIK), dan idealnya jika setiap guru memiliki perpustakaan pribadi yang memadai untuk menunjang karirnya.
b) Guru mampu mengelola program belajar-mengajar.
Guru diharap menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem pengajaran, asas-asas pengajaran, prosedur-metode-strategi-teknik pengajaran, menguasai secara mendalam serta berstruktur bahan ajar, dan mampu merancang penggunaan fasilitas pengajaran (dalam banyak hal, guru diharap mampu membuat alat bantu atau media pengajaran).
c) Guru mampu mengelola kelas.
Mengelola kelas yaitu usaha menciptakan situasi sosial kelas yang kondusif untuk belajar sebaik mungkin, tentu saja kondisi serta fasilitas kelas (prasarana dan sarana pengajaran, khususnya media dan sumber belajar) adalah hal penting yang perlu di daya gunakan sebaik mungkin oleh guru bersama siswa demi suksesnya pembelajaran siswa.
d) Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
Media pengajaran adalah alat penyalur pesan pengajaran, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung (misal: media rekaman). Pendayagunaan media dan sumber pengajaran dapat berupa penggunaan alat (media) buatan guru, pemanfaatan kekayaan alam sekitar untuk belajar, pemanfaatan perpustakaan, pemanfaatan laboratorium, pemanfaatan narasumber serta pengembang pengajaran di sekolah, dan pemanfaatan fasilitas teknologis pengajaran yang lain.
e) Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
Landasan-landasan kependidikan adalah sejumlah disiplin ilmu yang wajib didalami calon guru, yang mendasari asas-asas dan kebijakan pendidikan (baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah).
Yang tergolong dalam kajian landasan-landasan kependidikan adalah rumpun Mata Kuliah Dasar Kependidikan (kelompok PEN dalam kurikulum LPTK), yaitu: Ilmu Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Administrasi Pendidikan, Bimbingan dan Konseling, dan Filsafat Pendidikan. Guru yang menguasai dasar keilmuan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa siswanya belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.
f) Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
Interaksi belajar-mengajar menunjuk adanya kegiatan kerja sama antar subjek yang bermartabat, yang sumbangannya berbobot, dan proporsional dalam upaya mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran dapat disebut usaha pembelajaran secara sistematis. Di antara siswanya, guru hendaknya mampu berperan sebagai motivator belajar, inspirator, organisator, fasilitator, evaluator (untuk meningkatkan mutu pembelajaran). Dalam pengajaran (pembelajaran), guru dituntut cakap dalam aspek didaktis-metodis (termasuk penggunaan alat pelajaran, media pengajaran, dan sumber pengajaran) agar siswa dapat belajar serta giat belajar bagi dirinya.
D. MENGAPA GURU HARUS PROFESIONAL DAN BAGAIMANA CARANYA
Sekarang ini, masyarakat menginginkan semua pelayanan yang diberikannya adalah yang terbaik. Misalnya, setiap orang tua menginginkan anaknya bersekolah di sekolah yang gurunya profesional, setiap orang menginginkan menyimpan uang di bank yang pelayanannya profesional, dan sebagainya. Tuntutan-tuntutan masyarakat inilah yang membuat setiap profesi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Jika setiap anggota profesi dapat melakukan pekerjaannya dengan profesional, maka dengan sendirinya dia akan membangun profesinya sehingga semua ciri-ciri profesi yang diuraikan sebelumnya dapat tercapai.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana seorang anggota profesi melakukan pekerjaannya dengan profesional? Setiap anggota profesi baik secara sendiri-sendiri atau dengan cara bersama melalui wadah organisasi profesi dapat belajar. Belajar yang dimaksud, yaitu belajar untak mendalami pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar dari masyarakat apa yang menjadi kebutuhan mereka saat ini, dan saat yang akan datang. Telah dikemukakan pada bagian muka kegiatan belajar ini tentang profesionalisasi, yaitu usaha untuk mengembangkan profesi melalui pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan, sehingga pelayanan kepada pemakai (klien) akan semakin meningkat.
E. UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME
GURU SD
Sebuah pernyataan yang dikemukakan oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional, Wardiman Djoyonegoro (Mulyasa, 2006:3) bahwa, “Hanya 43% guru yang memenuhi syarat.” Artinya, 57% tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional. Menyadari hal tersebut, sikap profesional serta kemampuan guru SD sebagai tenaga pendidik, pengajar, sekaligus sebagai tenaga administrasi perlu terus ditingkatkan profesionalismenya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru SD yaitu berdasarkan keputusan[4] tentang Sekolah Dasar, dan keputusan[5] tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru melalui pembentukan gugus sekolah di sekolah dasar, maka telah jelas bahwa, salah satu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk membina dan meningkatkan profesional guru sekolah dasar di antaranya melalui kelompok kerja guru (KKG), selain peningkatan profesional melalui jenjang akademik berupa sekolah atau pendidikan formal.
KKG sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu gugus, pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja guru yang lebih kecil, yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang kelas, dan kelompok kerja guru berdasarkan atas mata pelajaran. Untuk itu KKG memiliki tujuan:
- Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi guru.
- Memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di sekolah.
- Meningkatkan pemahaman, keilmuan, keterampilan serta pengembangan sikap profesional berdasarkan kekeluargaan dan saling mengisi (sharing).
- Meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (Pakem).
- Melalui KKG dapat dikembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan mengajar, seperti yang di ungkapkan Turney (Abin, 2006), bahwa keterampilan mengajar guru sangat mempengaruhi terhadap kualitas pembelajaran di antaranya: keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil dan perorangan. Berdasarkan tujuan dan sasarannya, KKG akan mampu memberikan solusi, dan sebagai sarana meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru SD sesuai harapan dan tuntutan.
Ø DAFTAR PUSAKA
1) Basuni Suryamiharjda. (1986) PGRI Sebagai Organisasi Profesi Bagi Guru. Bandung. IPBI.
2) R. Hermawan S. (1979), Etika Keguruan , Jakarta , PT Margi Waluyo
3) Djam’an Satori. (2005) Profesi Keguruan. Jakarta Universitas Terbuka
4) Samana, M.Pd (1994) Profesionalisme Keguruan , Yogyakarta, Kanisius
5) Sanusi, Ahmad. (1991) Studi Pengembangan Model Pndidikan Profesional Tenaga Kependidikan, Bandung, IKIP Bandung
0 komentar:
Posting Komentar