Sebagai kerja ilmiah, penelitian dimaksudkan untuk menjawab sebuah masalah, gejala, atau peristiwa yang terjadi di masyarakat dengan cara dan prosedur ilmiah. Karena persoalan di masyarakat, baik sosial maupun kemanusiaan, itu kompleks, maka masalah yang kelihatannya biasa (common issues) bisa menjadi sangat penting dan memiliki makna tertentu setelah didekati dengan cara ilmiah. Karena itu, setiap penelitian selalu diawali dengan uraian yang mengantarkan ke pemahaman bahwa masalah itu layak diteliti, yang lazim disebut sebagai latar belakang masalah.
Belakangan, seiring dengan perkembangan dan semakin kokohnya metode penelitian kualitatif pada dasawarsa 1960 hingga 1980’an, khususnya dalam penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora), para ahli membedakan istilah yang tepat untuk dipakai sebagai uraian awal itu, yaitu antara latar belakang masalah dan konteks penelitian. Tentu saja karena istilah yang dipakai berbeda, maka makna yang dibawanya juga berbeda.
Dalam metode penelitian kuantitatif, istilah latar belakang (background of the study) sangat lazim dipakai karena memang, dengan nalar berpikir positivistik yang kausalitas dan deterministik, latar belakang merupakan komponen atau faktor penyebab terjadinya masalah yang dirumuskan menjadi rumusan masalah (research problem). Dengan demikian, antara latar belakang masalah dan rumusan masalah merupakan dua variabel yang berlangsung dalam hubungan sebab akibat. Selain itu, masalah yang hendak dijawab dalam penelitian kuantitatif sudah jelas sejak awal dan tidak akan berubah dalam perjalanan penelitian. Pertanyaan untuk mengumpulkan data pun sudah dirinci melalui kuesioner. Semua proses berlangsung secara linier. Karena itu, dalam penelitian kuantitatif, peneliti tidak lagi menentukan identifikasi masalah, malainkan membuat rumusan masalah secara tegas.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang serba jelas sejak awal, bahkan temuan yang akan dihasilkan pun sudah bisa dirumuskan melalui apa yang disebut dengan hipotesis, --- sehingga hipotesis wajib ada---, maka penelitian kualitatif semuanya masih bersifat tentatif. Apa yang dilakukan peneliti sejatinya masih berupa rabaan setelah melihat peristiwa atau gejala yang tidak seperti lazimnya atau unik. Sebagaimana telah diuraikan pada tulisan sebelumnya tentang nalar dasar penelitian kualitatif dan kuantitatif, kendati manusia merupakan makhluk berkehendak dan kaya ide, sebenarnya panca indra manusia sangat terbatas. Padahal, panca indra merupakan alat utama dan pertama memperoleh pengetahuan dengan cara melihat, merasakan, dan membaca gejala yang muncul. Karena keterbatasan itu, maka yang dilakukan peneliti kualitatif pada tahap awal sejatinya masih berupa identifikasi titik-titik isu yang mungkin bisa diteruskan untuk diteliti atau mungkin tidak bisa dilanjutkan, karena tidak memiliki cukup informasi sebagai data, atau tidak memberikan kontribusi yang bernilai tinggi bagi pengembangan keilmuan pada bidang yang diteliti.
Disebut mungkin, karena dalam kenyataannya --- dan pengalaman penulis melakukan penelitian --- yang terjadi di lapangan setelah peneliti mulai mengumpulkan data, isu yang lebih menarik dan penting untuk diteliti muncul. Wawancara sebagai metode utama perolehan data pun dimulai dengan hal-hal yang bersifat umum. Setelah itu semakin menyempit ke hal-hal yang lebih khusus dan menukik. Lewat wawancara peneliti memberikan ruang yang sangat luas kepada informan atau subjek penelitian untuk menyampaikan apa saja yang diketahui tentang topik yang diteliti. Di sini biasanya isu yang lebih menarik muncul. Bisa saja terjadi isu baru itu mirip, atau sama, tetapi bisa berbeda sama sekali dengan yang dirancang sejak semula. Karena serba ketidakpastian itu, uraian awal tidak disebut sebagai latar belakang, melainkan konteks penelitian. Dengan menggunakan istilah konteks, maka peneliti memiliki keluasan ruang untuk mengubah tema bahkan isu yang akan diteliti setelah peneliti terjun ke lapangan.
Perubahan isu yang akan diteliti tidak saja berasal dari expert judgment peneliti sendiri setelah melihat lapangan, berhubungan dengan partisipan dan informan atau setelah membaca pustaka, tetapi juga dari informan atau partisipan penelitian setelah diberi kesempatan oleh peneliti untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan pandangan-pandangnnya mengenai tema penelitian. Karena itu, penting bagi peneliti kualitatif menentukan informan yang menguasai tema yang diteliti. Pilihlah informan yang memenuhi syarat sebagai maximum variety, yakni orang yang mengetahui dan syukur menguasai tema yang diteliti. Di sini perbedaan lain yang sangat tegas antara metode penelitian kuantitatif dengan metode penelitian kualitatif.
Jika dalam penelitian kuantitatif sumber perolehan data adalah orang yang diberi kuesioner, lazimnya disebut responden, maka dalam penelitian kualitatif sumber data berasal dari orang yang diwawancarai yang selanjutnya disebut informan. Jika responden, tidak diberi ruang gerak menyampaikan pendapat, pikiran dan gagasan selain yang telah ditentukan berupa pilihan-pilihan jawaban dalam kuesioner, maka sebaliknya informan diberi ruang seluas-luasnya menyampaikan gagasannya. Jika di mata responden, peneliti dianggap sebagai orang yang lebih tahu tentang tema yang diteliti, maka di mata informan peneliti adalah orang yang ‘diberitahu’ tentang tema penelitian. Oleh karena itu, ia disebut informan, yakni orang yang memberi informasi kepada peneliti apa saja menyangkut tema penelitian. Dia bisa menjadi teman peneliti untuk berdiskusi.
Karena itu pula, pilihan informan yang tepat sangat menentukan kualitas penelitian. Bisa saja terjadi subjek penelitian (orang yang diteliti) --- bukan objek --- pada saat yang sama menjadi informan penelitian. Lebih lanjut dapat dikatakan jika kualitas data penelitian kuantitatif tergantung pada kualitas kuesioner dan keterwakilan sampelnya, maka kualitas data penelitian kualitatif sangat tergantung pada kecakapan peneliti dan kualitas informannya. Semakin berkualitas informan --- artinya menguasai tema penelitian dan isu yang hendak dijawab ---, maka semakin kaya informasi yang diperoleh peneliti. Sebagaimana diketahui, kekayaan data atau informasi merupakan salah satu syarat penelitian kualitatif.
Karena sifat keterbukaan, tentativeness dan masih dalam tahapan rabaan peneliti sebagaimana diuraikan di atas, maka uraian awal yang mengantarkan ke masalah yang diteliti tidak disebut latar belakang (background of research) , melainkan konteks penelitian (research context), dan isu yang diajukan untuk dijawab tidak disebut rumusan masalah (research problems), melainkan fokus penelitian (research focus). Kendati menggunakan istilah latar belakang dan rumusan masalah tidak total salah dalam penelitian kualitatif, tetapi konsistensi menggunakan istilah sebagai konsekuensi pilihan metodologis sangat penting. Itu menggambarkan kadar keilmuan seseorang !
0 komentar:
Posting Komentar